Subscribe Us

Header Ads

Jenis, Faktor, dan Pencegahan Kerusakan Pada Makanan

Kerusakan bahan pangan dapat disebabkan oleh faktor – faktor sebagai berikut : pertumbuhan dan aktivitas mikroba terutama bakteri, kapang, khamir, aktivitas enzim – enzim di dalam bahan pangan, serangga, parasit dan tikus, suhu termasuk oksigen, sinar dan waktu. Mikroba terutama bakteri, kapang dan khamir penyebab kerusakan pangan yang dapat ditemukan dimana saja baik di tanah, air, udara, diatas bulu ternak dan di dalam usus.
Sifat – sifat fisik, kimia, dan struktur makanan yang mempengaruhi populasi dan pertumbuhan mikroorganisme adalah faktor intrinsik. Faktor – faktor tersebut adalah pH, air, potensi oksidasi – reduksi, kandungan nutrisi senyawa mikroba dan struktuk biologi.
Salah satu upaya untuk mencegah kerusakan bahan pangan dilakukan proses pengawetan misalkan penggaraman, pengeringan, pengasapan, pembekuan. Pada umumnya proses penggaraman menggunakan larutan garam tetapi dalam hal lain juga menggunakan tawas ( Al2(SO4)314H2O), karena pada prinsipnya sifat yang dimiliki oleh garam juga dimiliki oleh tawas. Ini terbukti bahwa garam dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan membentuk larutan isotonik.
Menurut Pelczar dan Chian (1996), bahwa mikroorganisme dapat disingkirkan, dihambat atau dibunuh dengan sarana atau proses fisik atau bahan kimia yang tersedia berbagai teknik dan sarana yang bekerja menurut berbagai macam cara yang berbeda – beda. Proses fisik adalah suatu prosedur yang mengakibatkan perubahan. Sedangkan bahan kimia adalah suatu substansi (padat, cair, atau gas) yang dicirikan oleh komposisi molekuler yang pasti dan menyebabkan terjadinya reaksi. Cara kerja bahan – bahan kimia tersebut ada yang dapat mematikan bentuk – bentuk vegetatif bakteri yang disebut bakteriosida, dan ada yang hanya menghambat pertumbuhan bakteri yang disebut bakteriostatis.

A. Kerusakan Makanan
Kerusakan bahan pangan merupakan perubahan karakteristik fisik dan kimiawi suatu bahan pangan yang tidak diinginkan atau penyimpangan dari karakteristik normal. Karakteristik fisik yang dimaksud meliputi sifat organoleptik seperti warna, tekstur, aroma, dan bentuk. Sedangkan karakteristik kimiawi meliputi komponen penyusunnya seperti kadar air, karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, pigmen dan sebagainya. Kerusakan bahan pangan dapat menyebabkan kebusukan. Ciri-ciri Kebusukan antara lain bau tidak sedap, perubahan bentuk secara drastis, kehilangan daya tarik, dan perubahan nilai gizi yang merugikan.
Kerusakan makanan adalah penyimpangan yang melewati batas yang dapat diterima oleh indera manusia. Dengan demikian, kerusakan dapat ditandai oleh adanya perubahan dalam kenampakan, misalnya bentuk atau warna, bau, rasa,tekstur, atau tanda-tanda penyimpangan lainnya. Contohnya adalah pembusukan buah dan sayuran dari tekstur keras menjadi lunak meskipun masih dalam keadaan segar, terpisahnya susu segar, penggembungan makanan kaleng, penggumpalan tepung, ketengikan minyak goreng, roti berjamur, beras berkutu, gigitan tikus pada karung makanan dan lain-lain.

B. Jenis Kerusakan Makanan
1. Kerusakan Fisiologis dan Biologis
Kerusakan fisiologis meliputi kerusakan yang disebabkan oleh reaksi-reaksi metabolisme dalam bahan atau oleh enzim-enzim yang terdapat di dalamnya secara alamiah sehingga terjadi proses autolysis yang berakhir dengan kerusakan dan pembusukan. Kerusakan fisiologis umumnya terjadi akibat reaksi enzimatik pada sayur, buah, daging, ayam dan pangan.
Kerusakan biologis adalah kerusakan yang diakibatkan oleh serangga dan binatang pengerat, burung dan hewan lain seperti tikus, anjing dan lain-lain. Laju kerusakan biologis dipengaruhi oleh kadar air, suhu penyimpanan, oksigen, cemaran mikroorganisme awal dan kandungan gizi pangan terutama protein dan lemak.
2. Kerusakan Fisik
Kerusakan ini disebabkan oleh akibat perlakuan fisik yang digunakan. Contohnya adalah pengerasan lapisan luar (kulit) pangan yang dikeringkan; kesan kulit kering pada makanan beku dan kesan “gosong” pada makanan yang digoreng pada suhu tinggi. “Chilling injuries” atau kerusakan pangan yang disimpan pada suhu dingin (0-10°C) seperti yang ditemukan pada buah atau sayuran, disebabkan racun/toksin yang terdapat pada tenunan/sel hidup yang dikenal sebagai asam klorogenat. Pada kondisi normal, asam klorogenat dinetralkan / didetoksifikasi oleh asam askorbat. Pada suhu dingin, kecepatan reaksi detoksifikasi lambat sehingga sel buah dan sayur membusuk akibat akumulasi toksin pada jaringan / tenunan buah dan sayur. Kerusakan akibat penyimpanan pangan pada kelembaban tinggi (RH > 70%) dapat menyebabkan pangan menyerap air sehingga pada tepung kering dapat menggumpal yang memicu kerusakan mikrobiologis. Kerusakan akibat penyimpanan suhu tinggi (suhu>30°C) pada buah dan sayuran dapat menyebabkan dehidrasi dan keriput kulit akibat keluarnya air dari jaringan. Sedangkan pengeringan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan “case hardening” atau pengerasan kulit luar pangan akibat kerusakan sel.
3. Kerusakan Mekanis
Kerusakan mekanis disebabkan karena ada benturan-benturan mekanis selama pasca panen, pengemasan, pengangkutan dan penyimpanan pangan. Benturan mekanis dapat mengakibatkan memar pada permukaan kulit dan jaringan pangan, memicu kerusakan lebih lanjut akibat tumbuhnya mikroorganisme.
4. Kerusakan Kimia
Kerusakan pangan yang disebabkan perlakuan kimia biasanya saling terkait dengan jenis kerusakan lainnya. Misalnya adanya panas yang tinggi pada pemanasan minyak mengakibatkan rusaknya beberapa asam lemak yang disebut “thermal oxidation”. Adanya oksigen dalam minyak menyebabkan terjadinya oksidasi pada asam lemak tidak jenuh, yang mengakibatkan pemecahan senyawa tersebut atau menyebabkan terjadinya ketengikan minyak. Pencetus kerusakan pangan yang menyebabkan perubahan kimia pangan dapat dipengaruhi suhu selama reaksi berlangsung; oksigen yang mempercepat reaksi oksidasi; reaksi biologis seperti enzimatik; pH yang mempengaruhi denaturasi protein atau perubahan warna dan adanya logam yang menjadi prekursor reaksi. Kerusakan fisiologis juga merupakan kerusakan kimiawi, karena reaksi enzimatis biasanya aktif dalam proses kerusakan tersebut.
5. Kerusakan Mikrobiologis
Kerusakan mikrobiologi merupakan bentuk kerusakan yang banyak merugikan hasil pertanian dan berbahaya terhadap kesehatan manusia, karena racun yang diproduksi terkonsumsi oleh manusia. Kerusakan mikrobiologis dapat terjadi pada bahan lain atau kebahan pertanian lain, bahan baku, produk setengah jadi atau produk jadi. Penyebab utama kerusakan mikrobiologis adalah bakteri, kapang dan khamir.

C. Mikrobiologi Perusak Makanan
1. Bakteri
Tumbuh kembang bakteri memerlukan aktivitas air (Aw) lebih tinggi daripada kapang dan khamir (ragi) yaitu 0,86 sampai mendekati 1. Bakteri dapat tumbuh pada konsentrasi gula 1% dan garam 0,85%. Pada konsentrasi gula 3-4% dan garam 1-2%, pertumbuhan bakteri dapat dihambat.
Bakteri terdapat di air, tanah, udara, dan pada makanan. Bakteri ada yang bersifat aerob maupun anaerob. Salah satu peranan bakteri menguntungkan adalah kemampuannya dalam menghasilkan flavor yang disukai. Misalnya bau laktat pada mentega, cita rasa asinan pada sayuran, dan flavor keju. Walaupun memang tidak dapat dipungkiri bahwa bakteri dapat pula menghasilkan senyawa yang berbahaya bagi kesehatan
2. Kapasitas Air (Aw)
Kapasitas air (Aw) optimum dan kisaran Aw untuk pora-spora bergerminasi adalah berbeda untuk setiap jenis kapang. Aw berkorelasi dengan kadar air, oleh sebab itu dengan pengeringan tertentu dan pengaturan Aw, pangan dapat terhindar dari pertumbuhan kapang.
3. Khamir / Ragi
Pertumbuhan khamir / ragi umumnya membutuhkan Aw sekitar 0,88 sampai 0,94. Selain itu khamir relative dapat tumbuh pada konsentrasi gula (40 – 60%) dan garam lebih tinggi (20 – 26,5%) daripada bakteri. Beberapa khamir dapat tumbuh pada susu kental manis yaitu pada Aw 0,9; atau roti pada Aw 0,91; bahkan ada yang dapat tumbuh pada sirup yang mempunyai Aw 0,78. Bebarapa jenis ragi penyebab kerusakan antara lain Torulla, Rhodotorulla dan Hansenulla yang dapat mengakibatkan perubahan warna.
4. Jamur
Jamur dapat memanfaatkan berbagai senyawa untuk hidupnya, dan memerlukan oksigen agar dapat hidup (bersifat aerob). Rentang suhu optimalnya (suhu terbaik dimana pertumbuhan jamur dapat maksimal) adalah 20-35ºC.Jamur masih tumbuh dalam refrigerator, yaitu suhu antara 10-15ºC.Jamur dan sporanya dapat mati pada suhu 100oC, atau pada suhu 71-82ºC dalam waktu yang cukup. Cahaya mata hari dapat menghambat pertumbuhan sebagian jamur, tetapi ada juga yang tumbuh dalam cahaya terang.

D. Tanda - Tanda Kerusakan Makanan
1. Kerusakan bahan makanan berprotein tinggi.
Apabila mengalami kerusakan mikrobiologis, akan timbul : Bau busuk khas protein yang disebut bau putrid. Mikrobia yang berperan => Bakteri (mampu memecah protein menjadi senyawa-senyawa sederhana seperti cadaverin, putrescin, skatol, H2S dan NH3 yang menyebabkan bau busuk , ditunjukan dengan : Menunjukkan rasa yang tidak enak(daging, telur, susu, ikan), Penggumpalan (susu), Pencairan jaringan protein sehingga bahan berair dan lembek.
2. Kerusakan bahan makanan berkabohidrat tinggi
Dapat mengalami perubahan kimiawi karena aktivitas yeast, bakteri, maupun jamur. Yeast dapat memfermentasi Karbohidrat terutama glukosa menjadi alkohol. Bakteri dari jenis anaerob, seperti Lactobacillus sp dapat membentuk asam laktat dan propionat. Sedangkan dalam kondsi aerob, beberapa jenis bakteri mampu mengubah alkohol yang dibentuk yeast menjadi asam asetat.Berbagai jenis jamur dan bakteri biasanya memproduksi enzim yang mampu memecah polisakarida menjadi KH rantai terjadinya pelunakan bahan. Beberapa bakteri mampu memproduksi KH khas, yang pendek seperti monosakaria maupun disakarida.Hal ini secara fisik ditenada dengan secara alami bukan merupakan bahan penyusun bahan makanan. KH yang dihasilkan umumnya berupa levan atau dekstran yang memiliki tekstur kental seperti kanji. Sehingga kerusakan bahan makanan berkarbohidrat dapat diketahui oleh adanya pembentukan lendir.
3. Kerusakan Bahan Makanan Berlemak Tinggi
Lemak dan minyak dapat mengalami pemecahan menjadi asam lemak dan gliserol. Selanjutnya asam lemak, terutama asam lemak tak jenuh yang memiliki ikatan rangkap, dapat mengalami pemecahan lebih lanjut menjadi senyawa sederhana seperti aldehid dan keton dan senyawa lain yang menimbulan bau tengik.
Tanda-tanda spesifik kerusakan.
a. Makanan kaleng : penggembungan pada tutup dan bagian dasar kaleng, penyok pada bagian sepanjang sambungan,penyimpanagan bau, terbentuk buih, atau cairan pengisi kaleng menjadi kental.
b. Ikan : bau asam maupun bau busuk,insang berwarna abu-abu atau kehijauan,mata tenggelam, daging mudah terlepas dari tulang, jika ditekan dengan jari akan membekas
c. Daging : bau asing yang bukan khas daging, terbentuk lendir dan perubahan warna menjadi pucat atau kadang kehijauan.
d. Susu : bau dan rasa asam, terbentuk lendir, bau tengik, busuk atau bau ragi, rasa pahit.

E. Faktor Penyebab Kerusakan Makanan
Faktor penyebabkan terjadinya kerusakan pada bahan pangan, antara lain sebagai berikut : pertumbuhan dan aktivitas mikroba, aktivitas enzim yang terdapat dalam bahan pangan, aktivitas parasit dan binatang pengerat, kandungan air dalam bahan pangan, udara khususnya oksigen, sinar dan waktu penyimpanan.
1. Enzim
Enzim merupakan senyawa protein yang berfungsi sebagai katalis biologis yang dapat mengendalikan berbagai reaksi biokimia yang terdapat di dalam jaringan hidup. Enzim dapat berasal secara alami di dalam bahan pangan, atau dapat pula berasal dari mikroba yang, mencemari bahan pangan yang bersangkutan. Enzim yang dikeluarkan oleh mokroba dapat menimbulkan perubahan bau, warna dan tekstur pada bahan pangan.
Enzim yang terdapat secara alami di dalam bahan pangan misalnya enzim polifenol oksidase pada buah salak, apel atau ubi kayu. Enzim dapat menimbulkan warna coklat jika buah atau ubi dipotong. Enzim polifenol oksidase merupakan salah satu jenis enzim yang merusak bahan pangan karena warna coklat yang ditimbulkannya. Enzim dapat pula menyebabkan penyimpangan citarasa makanan seperti enzim lipoksidase yang menimbulkan bau langu pada kedelai. Enzim juga dapat menyebabkan pelunakan pada buah, misalnya enzim pektinase yang terdapat pada buah- buahan. Karena merupakan salah satu faktor penyebab kerusakan pada bahan pangan, maka enzim perlu diinaktifkan jika akan diawetkan.
2. Parasit
Parasit seperti cacing misalnya cacing tambang atau cacing pita kadang-kadang ditemukan di dalam bahan pangan seperti daging. Cacing tersebut umumnya masuk ke dalam tubuh hewan melalui sisa- sisa makanan yang dimakan hewan yang bersangkutan. Cacing pita (Trichinella spiralis) yang ditemukan di dalam daging babi dapat menjadi sumber penyakit bagi manusia, jika daging yang mengandung cacing tersebut tidak dimasak cukup panas.
3. Binatang Pengerat
Tikus merupakan salah satu jenis hama yang sering menyerang tanaman padi sebelum dipanen maupun padi atau biji-bijian lainnya yang sudah dipanen yang disimpan di dalam lumbung -lumbung. Bahaya tikus bukan hanya karena binatang ini dapat menghabiskan hasil panen kita, tetapi juga kotorannya termasuk air kencing dan bulu yang terlepas dari kulitnya merupakan media yang sesuai bagi pertumbuhan mikroba.
4. Kandungan Air
Air yang terkandung dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor penyebab kerusakan bahan pangan. Seperti telah diuraikan di atas, umumnya bahan pangan yang mudah rusak adalah bahan pangan yang mempunyai kandungan air tinggi. Air dibutuhkan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Air juga dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi-reaksi biokimia yang terjadi di dalam bahan pangan, misalnya reaksi-reaksi yang dikatalisis oleh enzim.
Air yang dibutuhkan untuk terjadinya berbagai reaksi di dalam bahan pangan serta tumbuhnya mikroba adalah air bebas. Air yang terikat kuat secara kimia sulit digunakan mikroba untuk hidupnya. Oleh karena itu, dengan menambahkan gula, garam, dan senyawa sejenis lainnya jumlah yang cukup dapat mengikat air tersebut, dan makanan menjadi awet meskipun kandungan airnya masih cukup tinggi. Makanan seperti ini disebut makanan semi basah, misalnya jem, jeli dan sejenisnya.
5. Udara (Oksigen)
Udara khususnya oksigen yang terkandung di dalamnya merupakan penyebab utama ketengikan bahan pangan yang berlemak. Demikian juga, oksigen dapat merusak vitamin, terutama vitamin A dan C. Oksigen juga dapat menimbulkan kerusakan warna sehingga produk pangan jadi pucat. Oksigen adalah komponen penting bagi hidupnya mikroba aerobik khususnya kapang, karena itu sering ditemukan di permukaan bahan pangan atau di celah-celahnya.
6. Sinar
Kerusakan bahan pangan karena sinar terlihat jelas pada makanan yang berwarna. Warna bahan pangan atau makanan dapat menjadi pucat karena pengaruh sinar. Sinar juga dapat merusak beberapa vitamin yang terkandung dalam bahan pangan, misalnya vitamin B2, vitamin A dan vitamin C. Susu yang disimpan di dalam botol transparan juga dapat rusak karenasinar, yaitu menimbulkan bau tengik akibat terjadinya oksidasi. Demikian juga minyak kelapa yang disimpan dalam botol transparan akan mudah menjadi tengik jika tersinari matahari secara terus-menerus.
7. Waktu
Sesudah bahan pangan dipanen, diperah (susu) atau disembelih (daging), ada waktu sesaat yang dipunyai bahan pangan untuk memberikan mutu puncaknya, akan tetapi sesudah itu mutu akan turun terus-menerus. Penurunan mutu karena faktor waktu ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kerusakan bahan pangan lainnya seperti yang telah diuraikan sebelumnya.

F. Pencegahan Kerusakan Makanan
Cara yang paling penting untuk mengendalikan pertumbuhan mikroba adalah dengan cara pemanasan, pendinginan, pengeringan, penambahan asam, gula dan garam, pengasapan, penambahan bahan kimia, dan irradiasi. Sebagian dari cara tersebut juga dapat menyebabkan kerusakan pangan, karena itu dalam penerapannya perlu diperhatikan adanya keseimbangan. Sebagai contoh, penerapan cara pemanasan hanya digunakan untuk mematikan mikroba, tanpa merusak bahan pangannya.
1. Pemanasan
Pemanasan membunuh mikroba dan menginaktifkan enzim. Pemanasan yang digunakan dalam pengawetan pangan tergantung dari jenis produk yang akan diawetkan. Pasteurisasi hanya membunuh bakteri patogen dan organisme yang kurang tahan terhadap pemanasan seperti khamir. Pemanasan pada suhu di bawah 100oC belum dapat mematikan jenis bakteri yang tahan panas.
Umumnya bakteri, kapang, dan khamir paling baik tumbuh pada suhu antara 16oC sampai 37oC. Mikroba termofilik mungkin masih dapat tumbuh pada kisaran suhu 65oC sampai 82oC. Bakteri akan dapat dimatikan pada suhu antara 82oC sampai 93oC, sedangkan sporanya dapat dimatikan pada suhu air mendidih 100oC selama 30 menit.
Untuk lebih meyakinkan bahwa semua mikroba telah mati, suhu harus dinaikkan sampai 121oC dengan pemanasan uap dan bahan pangan dipertahankan pada suhu ini selama 30 menit. Pemanasan pada suhu ini dapat dilakukan dengan uap di bawah tekanan 15 psi di dalam alat otoklaf/retort atau di dalam panci tekan (pressure-cooker). Dengan cara ini spora bakteri dapat dimatikan. Pemanasan dengan cara ini dapat dilakukan untuk daging, ikan, dan unggas, yang termasuk ke dalam bahan makanan yang kurang asam. Bahan makanan yang asam dapat mengurangi bakteri yang tahan panas juga sporanya, sehingga bahan makanan yang asam cukup dipanaskan sampai suhu 93,3oC selama 15 menit.
2. Pendinginan dan Pembekuan
Suhu rendah dapat :
memperlambat aktivitas mikroba
menghambat aktivitas enzim
menghambat reaksi kimia
Makin rendah suhu yang digunakan, kecepatan reaksi kimia dan pertumbuhan mikroba makin lambat. Menjadi lambatnya pertumbuhan mikroba pada suhu yang lebih rendah, menjadi dasar dari proses pendinginan dan pembekuan dalam pengawetan pangan. Satu hal penting yang selalu harus diingat adalah bahwa pendinginan dan pembekuan tidak mampu membunuh semua mikroba.
Oleh karena itu pada saat “thawing” (pencairan kembali kristal-krital es), sel mikroba yang tahan terhadap suhu rendah akan mulai aktif kembali dan dapat menimbulkan kebusukan pada bahan pangan yang bersangkutan. Jadi dengan pendinginan tidak dapat mensterilkan bahan makanan. Pada suhu lemari es, perubahan karena mikroba dan enzim tidak dicegah tetapi diperlambat, sedangkan pada pembekuan dengan terjadinya kristal-kristal es maka tersedianya air bagi pertumbuhan mikroba berkurang, sehingga perkembang biakan mikroba terhenti. 
3. Pengeringan
Dengan pengeringan, kadar air bahan menurun. Bakteri tidak dapat tumbuh pada kadar air yang rendah. Pengeringan mengakibatkan mikroba menjadi inaktif. Pengeringan dapat mencegah pembusukan pangan, karena untuk dapat tumbuh dan berkembang biak mikroba membutuhkan air dalam jumlah yang cukup. Penurunan kadar air harus dilakukan sehingga mencapai aktivitas air aman, karena pertumbuhan mikroba ditentukan terutama oleh aktivitas air dan bukan oleh kadar air bahan.
Bakteri dan khamir umumnya membutuhkan air relatif lebih besar dibndingkan dengan kapang. Kapang sering ditemukan tumbuh pada makanan setengah basah dimana bakteri dan khamir sulit tumbuh. Sebagai contoh pada buah-buahan kering atau roti, umumnya kapang masih dapat tumbuh dengan subur. Oleh karena mikroba sangat membutuhkan air untuk pertumbuhannya, maka menurunkan kadar air bahan pangan dengan cara pengeringan merupakan metode pengawetan yang efektif terhadap serangan mikroba.
4. Pemberian Asam
Asam pada konsentrasi yang cukup dapat menyebabkan kerusakan protein, yang disebut denaturasi . Oleh karena sel mikroba terbentuk dari protein maka pemberian asam pada bahan pangan dapat menghambat pertumbuhannya. Asam dapat dihasilkan dari bahan pangan dengan cara menambahkan kultur pembentuk asam atau dengan menambahkan asam secara langsung ke dalam makanan. Contohnya : penggunaan vinegar (cuka) dalam pembuatan acar, penambahan asam sitrat dan asam fosfat ke dalam minuman. Dalam pembuatan yoghurt, bakteri memfermentasi laktosa (gula susu) dan menghasilkan asam laktat. Asam laktat akan menurunkan pH dan memperlambat pertumbuhan mikroba perusak.
Beberapa jenis bahan makanan misalny tomat, jeruk dan apel mengandung asam secara alami . Masing-masing asam ini mempunyai pengaruh yang berbeda-beda sebagai pengawet. Oleh karena itu perlu proses pengawetan tambahan terhadap bahan pangan jenis ini, misalnya kombinasi asam dengan panas.
5. Pemberian Gula dan Garam
Pengawetan pangan dengan pemberian gula dan garam sudah umum dilakukan, misalnya pada pengawetan buah-buahan dalam sirup dalam bentuk manisan, pembuatan dodol, pembuatan ikan asin, dll.
Bakteri, kapang, dan khamir disusun oleh sel-sel membran. Adanya membran menyebabkan air dapat masuk atau keluar dari membran sel. Bila bakteri, kapang, dan khamir ditempatkan dalam larutan gula atau garam yang pekat akan mengalami peristiwa osmosis. Pada peristiwa osmosis, air di dalam sel mikroba akan keluar menembus membran dan mengalir ke dalam larutan gula atau garam dengan kadar air 30 – 40 %. Sel mikroba mengalami plasmolisis sehingga perkembangbiakannya terhambat.
6. Irradiasi
Irradiasi merupakan konsep terbaru dalam pengawetan pangan. Pada irradiasi digunakan sinar gamma atau elektron dengan kecepatan tinggi untuk memusnahkan mikroba. Dosis iradiasi yang rendah akan menghambat pertunasan kentang, menunda pematangan buah, mematikan serangga dan cacing pita dalam daging babi. Pada dosis lebih tinggi dapat merusak mikroba pembusuk. Mikroba menjadi inaktif oleh berbagai jenis radiasi misalnya radiasi sinar ultra violet atau radiasi pengion, yang merupakan radiasi elektromagnetik. Radiasi pengion digunakan untuk mensterilkan makanan dan menginaktifkan enzim. 
7. Penggunaan Bahan-bahan Kimia
Bahan pengawet alami maupun senyawa-senyawa kimia ditambahkan dalam makanan dengan tujuan menghambat kerusakan pangan. Pengawet alami antara lain garam, gula, cuka, rempah-rempah , dan asap yang berasal dari pembakaran kayu. Pengawet buatan misalnya SO2 , asam nitrat; selain itu digunakan pula antioksidan dan penghambat kapang. Bahan kimia dapat mematikan dan menghentikan pertumbuhan mikroba, tetapi sebagian besar bahan kimia tersebut tidak diizinkan dipakai dalam makanan dengan alasan dapat membahayakan kesehatan. 
8. Pengasapan
Asap mengandung bahan pengawet kimia misalnya formaldehid dan senyawa-senyawa lainnya hasil pembakaran kayu. Senyawa-senyawa tersebut dapat menghambat aktivitas mikroba. Untuk membantu membunuh mikroba, maka pengasapan dikombinasikan dengan proses pemanasan. Panas membantu mengeringkan bahan sehingga lebih awet, terutama bagian-bagian luarnya. Permukaan-permukaan yang kering itu akan turut membantu mencegah kontaminasi bagian dalam produknya yang masih basah.
9. Pembuangan Udara
Membuang udara dari kemasan yang berisi bahan pangan, merupakan salahsatucara pengawetan, karena mikroba pembusuk yang aerobik membu tuhkan udara khususnya oksigen unuk hidupnya. Selain itu, membuang udara dari kemasan pangan juga dapat mencegah terjadinya oksidasi minyak dan lemak. Cara-cara yang sudah dipraktekkan untuk menghindari kontak oksigen dengan bahan pangan, misalnya pemberian pelapis lilin pada keju atau melapisi bahan pangan dengan film plastik elastis yang kedap oksigen.

Posting Komentar

0 Komentar