Hakikat dan Sejarah Haji
Hakikat Haji
Allah swt, menyebutkan dalam kitab-Nya QS al-Baqarah [2]: 197,(الحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُوْمَاتٌ) Ihram Haji dilaksanakan pada bulan-bulan yang dimuliakan oleh Allah swt yakni Syawwal, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah. Dua dari tiga bulan tersebut merupakan salah satu dari asyhur al-Hurum (empat bulan yang dimuliakan Allah yakni Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab, lihat QS al-Taubah [9]: 36).
Hakikat haji adalah kembali menuju kepada Allah swt. Namun disimbolkan dengan menuju kepada Baitullah, sebagaimana dijadikan sebagai definisi haji secara bahasa. Sehingga orang yang menunaikan haji diharapkan kembali mendekat kepada Allah swt baik secara lahir maupun batin.
Hakikat haji adalah kembali menuju kepada Allah swt. Namun disimbolkan dengan menuju kepada Baitullah, sebagaimana dijadikan sebagai definisi haji secara bahasa. Sehingga orang yang menunaikan haji diharapkan kembali mendekat kepada Allah swt baik secara lahir maupun batin.
Sejarah Haji
Ibadah Haji diajarkan pertama kali oleh Nabi Ibrahim As. Beliaulah nabi yang pertama kali diperintahkan oleh Allah SWT untuk menunaikannya sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah: (QS al-Haj: 27).
Ibadah Haji baru diwajibkan kembali kepada umat Nabi Muhammad pada tahun ke-6 hijriah (ada juga yang menyebutkan pada tahun ke-3 atau 5 hijriah) melalui firman Allah SWT: (QS Ali Imran: 97)
Nabi dan para sahabat belum dapat menjalankan ibadah haji karena Mekkah ketika itu masih dikuasai oleh kaum musyrik. Baru setelah Rasulullah Saw. menguasai kota Mekkah pada tanggal 12 Ramadan tahun ke-8 hijriah beliau berkesempatan untuk menunaikannya.
Baru pada tahun ke-10 hijriah atau kurang lebih tiga bulan sebelum meninggal dunia, Rasulullah Saw berkesempatan untuk menunaikannya. Oleh karena itu, haji yang beliau lakukan disebut juga dengan haji wada’ (haji perpisahan), karena haji tersebut merupakan haji yang pertama dan sekaligus yang terakhir bagi beliau.
Ibadah Haji baru diwajibkan kembali kepada umat Nabi Muhammad pada tahun ke-6 hijriah (ada juga yang menyebutkan pada tahun ke-3 atau 5 hijriah) melalui firman Allah SWT: (QS Ali Imran: 97)
Nabi dan para sahabat belum dapat menjalankan ibadah haji karena Mekkah ketika itu masih dikuasai oleh kaum musyrik. Baru setelah Rasulullah Saw. menguasai kota Mekkah pada tanggal 12 Ramadan tahun ke-8 hijriah beliau berkesempatan untuk menunaikannya.
Baru pada tahun ke-10 hijriah atau kurang lebih tiga bulan sebelum meninggal dunia, Rasulullah Saw berkesempatan untuk menunaikannya. Oleh karena itu, haji yang beliau lakukan disebut juga dengan haji wada’ (haji perpisahan), karena haji tersebut merupakan haji yang pertama dan sekaligus yang terakhir bagi beliau.
Mencapai Haji Mabrur
1. Ikhlas : Seorang hanya mengharap pahala Allah, bukan untuk pamer, kebanggan, atau agar dipanggil oleh masyarakatnya “pak haji” atau “bu haji”. (QS. Al-Bayyinah: 5)
2. Ittiba' : Meneladani kepada Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam, dia berhaji sesuai tata cara haji yang diperaktekkan oleh Nabi dan menjauhi perkara-perkara bid'ah haji
3. Harta Halal : Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah itu baik, Dia tidak menerima kecuali dari yang baik” (HR. Muslim).
4. Menjauhi Larangan-Nya : “Barangsiapa yang menetapkan niatnya untuk haji di bulan itu maka tidak boleh rafats (kata-kata tak senonoh), berbuat fasik dan berbantah-bantahan pada masa haji” (QS. Al-Baqarah: 197).
5. Berakhlak Baik : Alangkah bagusnya ucapan Ibnu Abdil Barr dalam At-Tamhid (22/39): “Adapun haji mabrur, yaitu haji yang tiada riya' dan sum'ah di dalamnya, tiada kefasikan, dan dari harta yang halal”.
Hikmah Haji dalam Berbagai Aspek
- Kepatuhan dan penyerahan kepada Allah semata.
- Motivasi peningkatan diri.
- Meningkatkan kedisiplinan.
- Menumbuhkan jiwa sabar
- Senantiasa Mengingat Kematian
- Menumbuhkan Solidaritas dan kebersamaan.
- Senantiasa memperbanyak berdo'a kepada Allah SWT,
- Menjiwai perjuangan para rasul.
Makna Spiritual Haji dalam Sosial
Sebagai sebuah ibadah yang sarat dengan simbol dan makna spiritual, sejatinya harus dipahami dengan benar oleh jamaah haji. Sebab dengan mengerti, memahami dan menghayati makna tersirat dari yang tersiratlah ibadah haji akan bermakna. Berhaji dengan ritual fisik tanpa memahami makna sama dengan ritual ulangan yang jauh dari nilai religiusitas. Dan itu adalah ibadah yang kering dengan makna. Seorang yang bergelar haji diharapkan menjadi agen perubahan untuk membawa manusia ke arah yang baik. Seorang yang bergelar haji adalah seorang yang telah memahami makna hidup dengan benar. Tentu perilaku dan tindak tanduknya secara kualitatif-kuantitatif menjadi baik. Akan menjadi antiklimaks apabila haji hanya dipahami sebagai ibadah simbol dan itu tidak termanifestasi dalam realitas kehidupan di masyarakat.
"Haji memang dilakukan di tanah suci tapi sejatinya haji itu adalah di tanah air. Rukun dan syaratnya dilakukan di Mekkah, tapi aplikasi haji itu adalah di Indonesia. Haji yang penuh dengan makna paripurna itulah sesungguhnya makna spiritual ibadah haji. Bukan hanya sekedar bergelar haji atau hajjah"
0 Komentar