Subscribe Us

Header Ads

Sistem Kekebalan Tubuh


 

            Sistem imun bekerja untuk melindungi tubuh dari infeksi oleh mikroorganisme, membantu proses penyembuhan dalam tubuh, dan membuang atau memperbaiki sel yang rusak apabila terjadi infeksi atau cedera (Corwin, 2009). Pada individu normal sebagian besar infeksi berlangsung dalam jangka waktu terbatas dan menyebabkan sedikit sekali kerusakan permanen karena sistem immun melawan agen infeksi dengan mengendalikan atau menghancurkannya (Wahab dan Julia, 2002). Kondisi lingkungan dan gaya hidup saat ini dipenuhi oleh stres, cuaca yang tidak menentu, pola makan yang tidak sehat, kurang berolahraga dan polusi menyebabkan penurunan imunitas tubuh atau gagalnya respon immun bereaksi (Weir, 1990 dalam Hendrasula, R.A., 2011). Faktor tersebut menyebabkan mudahnya agen infeksi masuk ke tubuh setiap saat menimbulkan kerusakan jaringan atau penyakit mulai dari flu, diare, batuk, dan demam hingga penyakit yang lebih serius yaitu pneumonia, tumor, dan kanker (Guyton dan Hall, 2007), sehingga diperlukan peningkatan imunitas.


A.    Imunologi

              Imunologi adalah (immunis: bebas, logos:ilmu), ilmu yang mempelajari systempertahanan   tubuh/cabang   ilmu   biomedis   luas   yang   meliputi   studi   tentang   semua   aspek dari sistem kekebalan pada semua organisme. Ini berkaitan dengan, antara lain, fungsifisiologis dari sistem kekebalan tubuh dalam keadaan kesehatan dan penyakit, malfungsi dari sistem kekebalan pada gangguan imunologi (penyakit autoimun, hypersensitivities, defisiensi   imun, penolakan   transplantasi), kimia, fisik   dan   fisiologis   karakteristik komponen dari sistem kekebalan tubuh in vitro, in situ, dan in vivo. Imunologi memiliki aplikasi   dalam   beberapa   disiplin   ilmu   pengetahuan, dan   dengan   demikian   lebih   lanjut dibagi.

 

Sejarah Imunologi

I.               Tahap Empirik

Mithridates Eupatoris VI seorang raja dari Pontis Yunani, (132 – 63 SM)dianggap   ahli   imunologi   pertama.   Cara:   meminum   racun   sedikit   demi   sedikit sehingga   orang   menjadi   kebal   terhadap   racun.   Dikenal   dengan   paham mithridatisme.   Pada   abad   ke   12, bangsa   Cina   mengenali   bagaimana   mengatasi penyakit cacar. Cairan atau kerak dari orang yang terkena cacar tapi tidak berat apabila dioleskan pada kulit orang sehat dapat melindungi terhadap cacar. Begitu pula   orang   timur   tengah   menggoreskannya   pada   orang   dengan   membubuhkan bubuk pada penderita cacar yang tidak parah akan melindungi keadaan yang lebih parah. Metode ini dikenal dengan: tindakan variolasi. Dr Edward Jenner (1749 –1823), menggunakan   bibit   penyakit   cacar   dari   sapi   untuk   ditularkan   pada manusia.   Mulailah   penggunaan   vaksinasi   untuk   menggantikan   istilah   variolasi.Vacca: sapi.

II.             Tahap Ilmiah

Louis   Pasteur   dan   kawan-kawan (1822      1895), meneliti   kemungkinan pencegahan   penyakit   dengan   cara   vaksinasi   melalui   penggunaan   bibit   penyakit yang   telah   dilemahkan   terlebih   dahulu.   Pada   waktu   itu   digunakan   untuk mengatasi penyakit kholera yang disebabkan Pasteurella aviseptica. Pfeifer (1880) murid Koch meneliti Vibrio cholerae untuk mengatasi wabah penyakit kholera.  ̈Elie Metchnikof (1845 – 1916) mengungkapkan bagaimana mekanisme   efektor bekerja   dalam   tubuh   terhadap   benda   asing.   Memperkuat   pendapat   Koch   dan Neisser.   Adanya   mekanisme   efektor   dari   sel   leukosit   untuk   mengusir bakteri dinamakan proses fagositosis.  Sel tubuh yang memiliki kemampuan fagositosis dinamakan fagosit. Fodor (1886), ilmuwan pertama yang mengamati pengaruh langsung dari serum   imun   tehadap   mikroba   tanpa   campur   tangannya   komponen   seluler. Penemuan   ini   diperkuat   oleh   Behring   dan   Kitasato (1890)   yang   menunjukkan bahwa serum dapat menetralkan aktifitas tetanus dan difteri. Jules Bordet (1870 –1961) mengemukakan   bahwa untuk lisis   diperlukan   2 komponen yang terdapat dalam serum imun. Sebuah diantaranya bersifat termostabil yang dikemudian hari ternyata adalah antibody sedangkan komponen  lainnya   bersifat  termolabil  yang dinamakan komplemen. Pada saat itulah mulai diperkenalkan istilah antigen untuk memberikan nama bagi semua substansi yang dapat menimbulkan reaksi dalam tubuh terhadapnya. Dan juga istilah antibody untuk substansi dalam serum yang mempunyai aktifitas menanggulangi terhadap antigen yang masuk ke tubuh. Penemuan   oleh   Fodor   mengawali   penelitian   untuk   mendukung   teori mekanisme melalui imunitas humoral. Wright dan Douglas (1903), mengatakan proses   fagositosis   akan   dipermudah   apabila   ditambahkan   serum   imun.   Bahan yang   diduga   dikandung   dalam   serum   itu   dinamakan   opsonin.   Jadi   mekanisme efektor   seluler   dan   humoral   bersifat   saling   memperkuat.   Pada   saat   bersamaan ditemukan   fenomena   lain   dalam   imunologi   yaitu   adanya   penyimpangan   dalam tubuh seseorang karena bereaksi terlalu peka. Pirquet membedakan fenomena tsb dalam bentuk “serum sickness”, alergi dan anafilaksis. Sampai   Tahun   1940-an   banyak   dilakukan   penelitian   tentang   aplikasi dan   pengembangan   tentang   fenomena   imunologi   khususnya   dalam   penyediaan serum imun (anti tetanus, anti rabies dll), reagen untuk diagnostik dan program vaksinasi. Felton, menemukan fenomena lain yaitu bahwa dalam tubuh mungkin dapat   timbul   tidak   adanya   respon   imun   terhadap   suatu   subtansi   atau   antigen tertentu. Fenomena ini disebut toleransi imunologik. Felton berhasil memurnikan untuk pertamakalinya antibody dari antiserum kuda terhadap pneumococcus.

III.      Tahap Modern

J.F. A.P. Miller  di London dengan diungkapkannya peran sentral kelenjar Timus yang sebelumnya diabaikan begitu saja atau keliru memahami fungsinya. cabang-cabang baru dari imunologi seperti : imunopatologi,   imunogenetika, imunologi   tumor,   imunologi   transplantasi,   imunokimia   dan   pengetahuan   yang secara   khusus   mempelajari   penyimpangan-penyimpangan   sistem   imun   seperti alergi dan otoimunitas.  Tahun   1980   merupakan   tahun   kebahagiaan   bagi   para    pakar   Benacerraf,Dausset dan Snell, oleh karena mereka menerima  Hadiah Nobel berkat jasanya dalam   mengungkapkan   masalah   antigen   permukaan   sel-sel   yang   penting   dalam usaha orang untuk mencangkokkan organ, yaitu sistem HLA.Susumu   Tonegawa   (1939-),   kelahiran   Jepang   yang   bekerja   di   AS.   Ia menerima   Hadiah   Nobel   pada   1987   untuk   penelitiannya   pada   immunoglobulin keanekaragaman gen dan antibodi. Istilah "anafilaksis" diciptakan oleh Charles Richet dan Paul Portier pada tahun   -1902   untuk   menyatakan   keadaan   letal   dari   shock   yang   dihasilkan   oleh injeksi/pemaparan kedua dari antigen. Istilah   "alergi"   dikenalkan   oleh   Clemens   von   Pirquet   tahun   1906   untuk menyatakan   reaksi   positif   terhadap   test   gores   dengan   tuberkulin   pada   individu terinfeksi tuberkulosa. Cesar   Milstein   (1927-2002)   lahir   di  Argentina,   bekerja   di   Inggris   tahun1984   Ia   berbagi   Hadiah   Nobel   dengan   Kohler   untuk   produksi   mereka   dari monoklonal antibodi oleh sel-sel myeloma hybridizing mutan dengan antibodi produksi sel B (hybridoma teknik). Rolf   Zinkernagel   (kanan)   (1944   -)   dan   Peter   Doherty   (kiri)   (1940   -)Penerima tahun 1996, Hadiah Nobel Fisiologi atau Kedokteran untuk demonstrasi mereka   tentang   MHC.  Dalam   penyelidikan   tentang   bagaimana   limfosit   T melindungi tikus melawan infeksi virus choriomeningitis limfositik (LCMV).

 

B. Organ Pembentuk Sistem Imun      

1. Limfa

Limfa merupakan organ limfoid dengan ukuran yang besar dan terletak di belakang lambung. Adapun kalenjar yang dihasilkan leh limfa bewarna ungu tua yang memiliki fungsi antara lain membentuk sel darah putih (leukosit) dan antibodi, membunuh kuman dan menghancurkan sel darah merah yang sudah tua (Endang Sri Lestari, Hal.161).

 

 

2. Nodus Limfa

Di dalam nodus limfa terdapat ruang yang lebih kecul yang dinamakan nodulus. Nah, di dalam nodulus terdapat ruangan yang lebih kecil lagi yang dinamakan sinus dimana di dalam sinus terdapat banyak makrofag dan limfosid. Nodus limfa berfungsi untuk menyaring mikroorganisme yang ada di dalam limfa.

3. Sumsum tulang

Di sumsum tulang inilah sel-sel darah (terutama sel darah putih) dibentuk oleh sel darah induk. Sel darah putih (leukosit) memiliki fungsi yang sangat vital bagi sistem kekebaan tubuh.

Fagosit dan limfosit memiliki peran yang sangat penting bagi sistem kekebalan tubuh. Sel fagosit akan menghancurkan patogen yang masuk ke dalam tubuh dengan cara memakannya atau yang dinamakan sebagai fagositosis. Fagosit ini terdiri dari neutrofil dan monosit. Neutrofil akan beredar dalam aliran darah sedangkan monosit akan berubah menjadi makrofag yang kemudian dapat beredar hingga masuk ke dalam rongga tubuh.

Mikrofag melakukan fagositosis yakni dengan cara menarik atau menempelkan kaki semunya (pseudopodia) ke sel patogen, kemudian menghancurkannya dengan menggunakan enzim pencernaanya. Pada reaksi peradangan, proses fagositosis terjadi dengan cara mengelilingi patogen kemudian memakannya. Selain itu, pada kekebalan spesifik, makrofag juga memiliki peran yakni membantu menangkap dan mengantarkan mikroba patogen kepada sistem kekebalan lainnya untuk dihancurkan.

Limfosit terdiri dari dua jenis yakni limfosit B dan limfosit T.

a. Limfosit B

Dalam perkembangannya limfosit B mengalami pematangan di sumsum tulang, hidup dalam jangka waktu yang sangat lama dimana kemudian berdiferensiasi menjadi sel plasma dan sel limfosit B memori. Sel plasma memiliki fungsi mensekresikan antibodi ke dalam cairan tubuh sedangkan sel limfosit B memori memiliki fungsi sebagai tempat penyimpanan segala informasi terkait antigen yang pernah menyerang tubuh dalam bentuk DNA.

 

Sel limfosit B dapat membentuk sebuah struktur protein khusus yang dinamakan Immunoglobulin atau antibodi. Nah, protein ini dapat dipindahkan ke dalam membran sel sehingga dapat mengenali dan membunuh mikroba patogen yang ada di dalamnya. Antibodi ini pada dasarnya terbentuk sebagai akibat atau respon masuknya patogen yang dapat menyebabkan penyakit di dalam tubuh.

b. Limfosit T

Berbeda dengan limfosit B, limfosit T dimatangkan di kalenjar timus yang dalam perkembangannya kemudian berubah menjadi sel T sitotoksik (cytotoxic T cell), sel T penolong (helper T cell), sel T supressor (supressor T cell) dan sel Tmemori (memory T cell).

Sel T sitotoksik (cytotoxic T cell) memiliki fungsi membunuh sel yang telah terjangkit patogen.

Sel T penolong (helper T cell) memiliki fungsi mengaktifkan limfosit B dan limfosit T.

Sel T supressor (supressor T cell) memiliki fungsi sebagai penghambat kinerja Sel T penolong dan Sel T sitotoksik sehingga produksi antibodi berhenti (ibaratnya sebagai rem pada sepeda motor).

Sel T memori (memory T cell) memiliki fungsi untuk mengingat segala informasi terkait antigen yang pernah menyerang tubuh.

4. Timus

Timus berfungsi sebagai tempat perkembangan limfosit yang dihasilkan dari sumsum merah untuk menjadi limfosit T yang kemudian berubah menjadi sel T sitotoksik (cytotoxic T cell), sel T penolong (helper T cell), sel T supressor (supressor T cell) dan sel Tmemori (memory T cell). Timus tidak menyerang patogen secara langsung. Timus akan mensekresikan hormon tipopoietin untuk memberikan kekebalan pada Limfosit T.

 

5. Tonsil atau amandel

Tonsil berfungsi untuk membunuh penyakit yang terdapat pada saluran pernapasan pada bagian atas dan faring. Hal ini dapat dilakukan karena tonsil dapat mensekresikan kelenjar yang banyak mengandung limfosit.

 

C. Antigen dan Antibodi

Antigen (imunogen)

Antigen merupakan zat yang merangsang respons imunitas, terutama dalam menghasilkan antibodi. Antibodi yang dihasilkan berupa zat molekul besar seperti protein dan polisakarida, contohnya permukaan bakteri. Antigen dapat berupa bakteri, virus, protein, karbohidrat, sel-sel kanker, atau racun.

Antigen memiliki 2 bagian yang harus kamu ketahui. Kedua bagian tersebut adalah epitop dan hapten.  

1. Determinan antigen (epitop)

Epitop merupakan bagian antigen yang dapat membangkitkan respons imunitas, atau dengan kata lain, dapat menginduksi pembentukan antibodi. Satu antigen tersusun dari 2 atau lebih molekul epitop.

2. Hapten

Hapten adalah molekul kecil yang hanya bisa menginduksi produksi antibodi jika bergabung dengan carrier yang bermolekul besar. Oleh karena itu, hapten memiliki sifat imunogenik. Hapten dapat berupa obat, antibiotik, dan kosmetik.

Antibodi (imunoglobulin)

Antibodi atau imunoglobulin adalah protein larut yang dihasilkan oleh sistem imunitas sebagai respons terhadap keberadaan suatu antigen dan akan bereaksi dengan antigen tersebut.

IgG      : IgG berjumlah paling banyak (80%) dan akan lebih besar pada kontak ke 2, 3, dan seterusnya. IgG dapat menembus plasenta dan memberikan imunitas pada bayi. Selain itu, IgG juga merupakan pelindung terhadap mikroorganisme dan toksin, dapat mengaktivasi komplemen, dan dapat meningkatkan efektivitas sel fagositik.

IgA      : Berjumlah 15%, IgA dapat ditemukan pada zat sekresi seperti keringat, ludah, air mata, ASI, dan sekresi usus. IgA berfungsi untuk melawan mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh.

IgM     : IgM adalah antibodi yang pertama kali tiba di lokasi infeksi, menetap di pembuluh darah dan tidak masuk ke jaringan. IgM berumur pendek dan berfungsi untuk mengaktivitasi komplemen dan memperbanyak fagositosis.

IgD      : IgD memiliki fungsi memicu respons imunitas dan banyak ditemukan di limfosit B. Meskipun demikian, IgD berjumlah sedikit pada limpa dan serum darah.

IgE      : Antibodi ini terikat pada reseptor sel mast dan basofil. IgE menyebabkan pelepasan histamin dan mediator kimia lainnya. Selain itu, IgE banyak ditemukan dalam darah dengan konsentrasi rendah dan kadarnya meningkat ketika bereaksi terhadap alergi.

Interaksi Antibodi dan Antigen

Antibodi memiliki sisi pengikat antigen pada daerah variabel dan antigen memiliki sisi penghubung determinan (epitop). Oleh karena itu, kedua sisi akan berikatan membentuk kompleks antigen dan antibodi.

1. Fiksasi komplemen

Dalam fiksasi komplemen terjadi aktivasi sistem komplemen oleh kompleks antigen-antibodi. Komplemen memiliki 20 protein serum yang berbeda. Ketika infeksi, protein serum pertama teraktivasi dan mengaktifkan protein serum selanjutnya secara jalur berantai (efek domino). Hasil reaksi komplemen tersebut akan melisiskan sel-sel patogen dan virus. Fiksasi komplemen menghasilkan 2 jenis efek yang disebut dengan sitolisis dan inflamasi.          

2. Netralisasi

Netralisasi menyebabkan antibodi menutup sisi penghubung determinan antigen, sehingga antigen tidak berbahaya dan akhirnya dapat dicerna oleh sel fagosit.

3. Aglutinasi (penggumpalan)

Yang dimaksud dengan aglutinasi adalah kondisi ketika satu antibodi memiliki minimal 2 pengikatan. Semua sisi pengikatan tersebut berikatan dengan antigen berupa materi partikel seperti sel darah merah atau bakteri. Oleh karena itu, kompleks besar dengan mudah difagosit oleh makrofag.

4. Presipitasi (pengendapan)

Presipitasi adalah pengikatan silang molekul-molekul antigen yang terlarut dalam cairan tubuh. Setelah terendapkan, antigen dikeluarkan dan dibuang melalui fagositosis.

 

D. Respon Imun

 

Respons Imun terhadap Bakteri Ekstraselular

Bakteri ekstraselular dapat menimbulkan penyakit melalui beberapa mekanisme yaitu :

1. Merangsang reaksi inflamasi yang menyebabkan destruksi jaringan di tempat infeksi. Sebagai contoh misalnya kokus piogenik yang sering menimbulkan infeksi supuratif yang hebat.

2. Produksi toksin yang menghasilkan berbagai efek patologik. Toksin dapat berupa endotoksin dan eksotoksin. Endotoksin yang merupakan komponen dinding bakteri adalah suatu lipopolisakarida yang merupakan stimulator produksi

sitokin yang kuat, suatu ajuvan serta activator poliklonal sel limfosit B. Sebagian besar eksotoksin mempunyai efek sitotoksik dengan mekanisme yang belum jelas benar. Sebagai contoh toksin difteri menghambat sintesis protein secara enzimatik serta menghambat faktor elongasi-2 yang diperlukan untuk sintesis semua peptida. Toksin kolera merangsang sintesis AMP siklik (cAMP) oleh sel epitel usus yang menyebabkan sekresi aktif klorida, kehilangan cairan serta diare yang hebat. Toksin tetanus merupakan suatu neurotoksin yang terikat motor endplate pada neuromuscular junction yang menyebabkan kontraksi otot persisten yang sangat fatal bila mengenai otot pernapasan. Toksin klostridium dapat menyebabkan nekrosis jaringan yang dapat menghasilkan gas gangren. Respons imun terhadap bakteri ekstraselular ditujukan untuk eliminasi bakteri serta netralisasi efek toksin.

Respons Imun terhadap Bakteri Intraselular

Sejumlah bakteri dan semua virus serta jamur dapat lolos dan mengadakan replikasi di dalam sel pejamu. Yang paling patogen di antaranya adalah yang resisten terhadap degradasi dalam makrofag. Sebagai contoh adalah mikrobakteria serta Listeria monocytogenes.

Respons Imun Spesifik terhadap Bakteri Intraselular

Respons imun spesifik terhadap bakteri intraselular terutama diperankan oleh cell mediated immunity (CMI). Mekanisme imunitas ini diperankan oleh sel limfosit T tetapi fungsi efektornya untuk eliminasi bakteri diperani oleh makrofag yang diaktivasi oleh sitokin yang diproduksi oleh sel T terutama interferon α (IFN α). Respons imun ini analog dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Antigen protein intraselular merupakan stimulus kuat sel limfosit T. Beberapa dinding sel bakteri mengaktivasi makrofag secara langsung sehingga mempunyai fungsi sebagai ajuvan. Misalnya muramil dipeptida pada dinding sel mikrobakteria. Telah disebutkan di atas bahwa fungsi sel limfosit T pada CMI adalah produksi sitokin terutama IFN α. Sitokin INF α ini akan mengaktivasi makrofag termasuk makrofag yang terinfeksi untuk membunuh bakteri. Beberapa bakteri ada yang resisten sehingga menimbulkan stimulasi antigen yang kronik. Keadaan ini akan menimbulkan pengumpulan lokal makrofag yang teraktivasi yang membentuk granuloma sekeliling mikroorganisme untuk mencegah penyebarannya. Reaksi inflamasi seperti ini berhubungan dengan nekrosis jaringan serta fibrosis yang luas yang menyebabkan gangguan fungsi yang berat. Jadi kerusakan jaringan ini disebabkan terutama oleh respons imun terhadap infeksi oleh beberapa bakteri intraselular. Contoh yang jelas dalam hal ini adalah infeksi mikobakterium. Mikobakterium tidak memproduksi toksin atau enzim yang secara langsung merusak jaringan yang terinfeksi. Paparan pertama terhadap Mycobacterium tuberculosis akan merangsang inflamasi selular lokal dan bakteri mengadakan proliferasi dalam sel fagosit. Sebagian ada yang mati dan sebagian ada yang tinggal dormant. Pada saat yang sama, pada individu yang terinfeksi terbentuk imunitas sel T yang spesifik. Setelah terbentuk imunitas, reaksi granulomatosa dapat terjadi pada lokasi bakteri persisten atau pada paparan bakteri berikutnya. Jadi imunitas perlindungan dan reaksi hipersensitif yang menyebabkan kerusakan jaringan adalah manifestasi dalam respons imun spesifik yang sama.

 

          E. Vaksin

     

       Vaksin adalah zat atau senyawa yang berfungsi untuk membentuk kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit. Vaksin terdiri dari banyak jenis dan kandungan, masing-masing vaksin tersebut dapat memberikan Anda perlindungan terhadap berbagai penyakit yang berbahaya.

      Vaksin mengandung bakteri, racun, atau virus penyebab penyakit yang telah dilemahkan atau sudah dimatikan. Saat dimasukkan ke dalam tubuh seseorang, vaksin akan merangsang sistem kekebalan tubuh untuk memproduksi antibodi. Proses pembentukan antibodi inilah yang disebut imunisasi. Saat orang yang sudah mendapatkan vaksin terpapar kuman penyebab penyakit yang sebenarnya di kemudian hari, tubuhnya akan membentuk antibodi dengan cepat untuk melawan kuman tersebut.

Berikut ini adalah jenis-jenis vaksin berdasarkan kandungan yang terdapat di dalamnya:

1. Vaksin mati

      Vaksin mati atau disebut juga vaksin tidak aktif adalah jenis vaksin yang mengandung virus atau bakteri yang sudah dimatikan dengan suhu panas, radiasi, atau bahan kimia. Proses ini membuat virus atau kuman tetap utuh, namun tidak dapat berkembang biak dan menyebabkan penyakit di dalam tubuh. Oleh karena itu, tubuh akan mendapatkan kekebalan terhadap penyakit ketika mendapatkan vaksin jenis ini tanpa ada risiko untuk terinfeksi kuman atau virus yang terkandung di dalam vaksin tersebut. Namun, vaksin mati cenderung menghasilkan respon kekebalan tubuh yang lebih lemah, jika dibandingkan vaksin hidup. Hal ini membuat pemberian vaksin mati butuh diberikan secara berulang atau booster. Beberapa contoh vaksin yang termasuk jenis vaksin mati adalah vaksin polio, vaksin DPT, dan vaksin flu.

2. Vaksin hidup

      Berbeda dengan vaksin mati, virus atau bakteri yang terkandung di dalam vaksin hidup tidak dibunuh, melainkan dilemahkan. Virus atau bakteri tersebut tidak akan menyebabkan penyakit, namun dapat berkembang biak, sehingga merangsang tubuh untuk bereaksi terhadap sistem imun. Vaksin hidup ini dapat memberikan kekebalan yang lebih kuat dan perlindungan seumur hidup meski hanya diberikan satu atau dua kali. Meski demikian, vaksin ini tidak dapat diberikan pada orang yang daya tahan tubuhnya lemah, misalnya pada penderita HIV/AIDS atau orang yang menjalani kemoterapi. Sebelum diberikan, vaksin hidup perlu disimpan di dalam lemari pendingin khusus agar virus atau bakteri tetap hidup. Suhu yang tidak sesuai akan memengaruhi kualitas vaksin, sehingga imunitas yang terbentuk tidak optimal. Contoh dari vaksin hidup adalah vaksin MMR, vaksin BCG, vaksin cacar air, dan vaksin rotavirus.

3. Vaksin toksoid

      Beberapa jenis bakteri dapat memproduksi racun yang bisa menimbulkan efek berbahaya bagi tubuh. Vaksin toksoid berfungsi untuk menangkal efek racun dari bakteri tersebut. Vaksin ini terbuat dari racun bakteri yang diolah secara khusus agar tidak berbahaya bagi tubuh, namun mampu merangsang tubuh untuk membentuk kekebalan terhadap racun yang dihasilkan bakteri tersebut. Contoh jenis vaksin toksoid adalah tetanus toxoid dan vaksin difteri.

4. Vaksin biosintetik

      Jenis vaksin ini mengandung antigen yang diproduksi secara khusus, sehingga menyerupai struktur virus atau bakteri. Vaksin biosintetik mampu memberikan kekebalan tubuh yang kuat terhadap virus atau bakteri tertentu dan dapat digunakan oleh penderita gangguan sistem kekebalan tubuh atau penyakit kronis. Contoh vaksin jenis ini adalah vaksin Hib dan vaksin mRNA. Agar dapat bekerja dengan efektif dan bisa bertahan lebih lama, sejumlah vaksin mengandung bahan lain, seperti thiomersal atau merkuri sebagai bahan pengawet vaksin, serum albumin, formalin, gelatin, dan antibiotik. Vaksin pada dasarnya merupakan upaya sederhana dan efektif untuk mencegah Anda dan keluarga dari risiko penyakit yang telah menyebabkan banyak kematian. Oleh karena itu, mendapatkan vaksin sesuai anjuran amatlah penting untuk dilakukan. Setiap orang memiliki jadwal pemberian vaksin yang berbeda, tergantung usia, jenis vaksin, kondisi kesehatan, dan riwayat vaksinasi sebelumnya.

 

A.                 KESIMPULAN

      Sistem imun merupakan sistem koordinasi respons biologik yang bertujuan melindungi integritas dan identitas individu serta mencegah invasi organisme dan zat yang berbahaya di lingkungan yang dapat merusak dirinya. Sistem imun mempunyai sedikitnya 3 fungsi utama. Yang pertama adalah suatu fungsi yang sangat spesifik yaitu kesanggupan untuk mengenal dan membedakan berbagai molekul target sasaran dan juga mempunyai respons yang spesifik. Fungsi kedua adalah kesanggupan membedakan antara antigen diri dan antigen asing. Fungsi ketiga adalah fungsi memori yaitu kesanggupan melalui pengalaman kontak sebelumnya dengan zat asing patogen untuk bereaksi lebih cepat dan lebih kuat daripada kontak pertama.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

·       Abbas KA, Lichman AH, Rober JS. Cellular and molecular immunology. Philadelphia: WB Saunders Company 1991. h. 302-9.

·       Bass, P. Verywell Health (2020). What You Need to Know About Live Virus Vaccines.

·       Bellanti JA, Rocklin RE. Cell mediated immune reactions. In: Bellanti JA. Immunology III. Philadelphia: WB Saunders Company 1985. h. 181.

·       Centers for Disease Control and Prevention (2016). Vaccine Information for Adults. Why Vaccine Are Important For You.

·       Centers for Disease Control and Prevention. Principles of Vaccination. Immunology and Vaccine-Preventable Diseases.

·       Delire M. Immunoglobulins. Rationale for the clinical use of polyvalent intravenous immunoglobulins. Petersfield: Wrightson Biomedical Publishing Ltd, 1995. h. 29-65.

·       Farinde, A. Medscape (2020). Drugs & Diseases. Vaccinations - Adult.

·       Ferdinand, Fictor P dan Moekti Ariebowo.2009.Praktis Belajar Biologi 2 untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta: Visindo Media Persada.

·       Irnaningtyas & Istiadi, Y. (2016). Biologi untuk SMA/MA Kelas XI Kurikullum 2013 Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit Erlangga.

·       Kalbhein HJ. Therapy of sepsis with 5S-immunoglobulin. In: Dammaco F, ed. Immunoglobulins in therapy. International Symposium Immunoglobulins in therapy Vienna, November 1993. Maburg: Die Medizinische Verlagsgeseeschaft, 1995. h. 28-32.

·       Kaneshiro, N.K. National Institutes of Health (2020). U.S. National Library of Medicine MedlinePlus. Vaccines (Immunization) – Overview.

·       National Health Service UK (2019). Health A to Z. Why Vaccination Is Safe and Important.

·       National Institutes of Health (2019). National Institute of Allergy and Infectious Diseases. Vaccine Types.

·       Pandey, et al. (2016). The Case for Live Attenuated Against the Neglected Zoonotic Diseases Brucellosis and Bovine Tuberculosis. PloS Neglected Tropical Diseases. 10(8), pp. e0004572.

·       Parslow TG. The immune response. In: Stites DP, Terr Al, Parslow TG. Ed. Medical immunology. 9th. Ed. Connecticut: Appleton & Lange, 1977. h. 63-73.

·       Rachmawati, Faidah dkk.2009.Biologi Untuk SMA/MA Kelas XI Program IPA. Jakarta: CV Ricardo.

·       Santoso, B.B. Ikatan Dokter Anak Indonesia (2017). Sekilas Vaksin Pneumokokus.

·       Sri, Lestari Endang.2009.Biologi 2 Makhluk Hidup Dan Lingkungannya Untuk SMA/MA Kelas XI. Solo: CV Putra Nugraha.

·      Vaccines, U.S. Department of Health & Human Services (2017). Vaccine Type

Posting Komentar

0 Komentar